Minggu, 03 Februari 2019
Rabu, 30 Januari 2019
Pengertian Defensive Driving Training
Salam Berkendara Aman,
Defensive Driving Training adalah kegiatan pelatihan mengemudi yang bertujuan untuk menyempurnakan keterampilan mengemudi dengan cara berpikir tepat. Mengidentifikasi bahaya serta menyikapi bahaya dengan cepat, tepat dan aman. Menjadikan pengemudi yang “Safety, Defensive & Eco Driver /Rider” (SAFE N CO). Yaitu pengemudi yang memiliki pemahaman terhadap peralatan keselamatan kendaraan dan dirinya, penumpang dan sesama pengguna jalan, serta mampu menghemat konsumsi BBM, emisi gas buang serta dapat memperpanjang usia pakai komponen kendaraan.
Di era sekarang ini kesadaran tentang kesehatan, keselamatan dan lingkungan kerja semakin diperlukan, bahkan sudah menjadi persyaratan keselamatan bagi perusahaan. Oleh karena itu mengemudi yang aman (Safety Driving) adalah bagian yang tak terpisahkan dari K3L.
Yang Perlu Mengikuti Pelatihan :
- Instansi Pemerintah, Swasta Nasional dan Asing
- Organisasi Automotive atau Komunitas Kendaraan Bermotor
- Seluruh Pengguna Jalan pada Umumnya
- Setiap Individu Pengguna Kendaraan Bermotor
Apa itu SAFETY RIDING ?
JAKARTA - Safety Riding yang dikutip dari salah satu sumber mengandung pengertian sutaratu usaha yang dilakukan dalam meminimalisir tingkat bahaya dan memaksimalkan keamanan dalam berkendara, demi menciptakan suatu kondisi yang mana kita berada pada titik tidak membahayakan pengendara lain serta menyadari kemungkinan bahaya yang dapat terjadi di sekitar kita dan pemahaman akan pencegahan & penganggulangannya.
Poin-poin dalam Safety Riding antara lain:
- Kelengkapan kendaraan pemotor standar.
- Kaca spion wajib ada 2 buah, di kiri dan kanan.
- Lampu depan, lampu re, riting kiri-kanan, klakson yang berfungsi.
- STNK dan SIM selalu siap atau tidak expired.
- Plat nomor depan belakang
- Memakai perlengkapan safety riding yang relatif paling aman apabila tanpa disengaja terjebak dalam situasi terburuk.
- Sarung tangan sebaiknya memiliki lapisan yang dapat menutupi kedua belah tangan dan bahan yang dapat menyerap
- keringat serta tidak licin saat memegang grip atau handle motor disarankan yang ada pelindung kerasnya atau hard protector.
- Jaket, sebaiknya mampu melindungi seluruh bagian tubuh baik dari terpaan angin maupun efek negatif kala terjadi benturan kecil maupun besar.
- Helm, rider disarankan menggunakan helm full face sedangkan untuk penumpang diharapkan menggunakan minimal Open
- Face sebaiknya mampu memberikan proteksi lebih kepada kepala. Poin ini yang selalu dilewatkan oleh tipikal bikers pengguna helm catok atau helm proyek atau sejenisnya.
- Sepatu, haruslah mampu memberikan kenyamanan serta keamanan bagi seluruh lapisan kaki. Menggunakan sepatu yang tertutup hingga tumit atau boots.
- Mematuhi perarturan lalu lintas, paham rambu-rambu lalu lintas.
- Hindari berkendara agresif. Sabar dan sopan dalam berkendara.
- Mengerti posisi sesama pengendara/pemakai jalan bahwa jalan raya digunakan untuk bersama.
Kembalikan Fungsi Trotoar
Trotoar adalah jalur pejalan kaki yang umumnya sejajar dengan jalan dan lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan untuk menjamin keamanan pejalan kaki yang bersangkutan. Menurut keputusan Direktur Jenderal Bina Marga No.76/KPTS/Db/1999 tanggal 20 Desember 1999 yang dimaksud dengan trotoar adalah bagian dari jalan raya yang khusus disediakan untuk pejalan kaki yang terletak didaerah manfaat jalan, yang diberi lapisan permukaan dengan elevasi yang lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan, dan pada umumnya sejajar dengan jalur lalu lintas kendaraan.[1]
Para pejalan kaki berada pada posisi yang lemah jika mereka bercampur dengan kendaraan, maka mereka akan memperlambat arus lalu lintas. Oleh karena itu, salah satu tujuan utama dari manajemen lalu lintas adalah berusaha untuk memisahkan pejalan kaki dari arus kendaraan bermotor, tanpa menimbulkan gangguan-gangguan yang besar terhadap aksesibilitas dengan pembangunan trotoar.
Perlu tidaknya trotoar dapat diidentifikasikan oleh volume para pejalan kaki yang berjalan dijalan, tingkat kecelakaan antara kendaraan dengan pejalan kaki dan pengaduan/permintaan masyarakat.
Sumber : Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Senin, 21 Januari 2019
Utamakan Keselamatan Saat Berkendara
Di dalam Pasal 106 ayat (4) huruf g Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (”UU LLAJ”) mengatakan setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di jalan wajib mematuhi ketentuan kecepatan maksimal dan minimal. Seturut dengan hal tersebut Pasal 115 UU LLAJ juga menyatakan Pengemudi Kendaraan bermotor di jalan dilarang mengemudikan Kendaraan melebihi batas kecepatan paling tinggi yang diperbolehkan sebagaimana dimaksud Pasal 21 dan Pasal 115 huruf a UU LLAJ:
Pasal 21 UU LLAJ:
(1) Setiap Jalan memiliki batas kecepatan paling tinggi yang ditetapkan secara nasional.
(2) Batas kecepatan paling tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan kawasan permukiman, kawasan perkotaan, jalan antarkota, dan jalan bebas hambatan.
(3) Atas pertimbangan keselamatan atau pertimbangan khusus lainnya, Pemerintah Daerah dapat menetapkan batas kecepatan paling tinggi setempat yang harus dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas.
(4) Batas kecepatan paling rendah pada jalan bebas hambatan ditetapkan dengan batas absolut 60 (enam puluh) kilometer per jam dalam kondisi arus bebas.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai batas kecepatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 115 huruf a UU LLAJ:
“Pengemudi Kendaraan Bermotor di Jalan dilarang:
a. mengemudikan Kendaraan melebihi batas kecepatan paling tinggi yang diperbolehkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21;”
Kemudian, berdasarkan ketentuan Pasal 106 ayat (4) UU LLAJ diatur antara lain kewajiban dari pengemudi kendaraan bermotor yaitu:
(4) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mematuhi ketentuan:
a. rambu perintah atau rambu larangan;
b. Marka Jalan;
c. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas;
d. gerakan Lalu Lintas;
e. berhenti dan Parkir;
f. peringatan dengan bunyi dan sinar;
g. kecepatan maksimal atau minimal; dan/atau
h. tata cara penggandengan dan penempelan dengan Kendaraan lain
UU LLAJ memang memberikan jaminan ganti kerugian kepada Korban kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh pihak yang menyebabkan kecelakaan tersebut dan harus dipertanggungjawabkan oleh pihak tersebut sesuai dengan Pasal 240 huruf b UU LLAJ :
“ganti kerugian dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas.”
Tentunya untuk melihat siapakah yang sebenarnya memiliki porsi kesalahan dalam peristiwa ini harus dibuktikan terlebih dahulu, apakah yang melanggar batas maksimum kecepatan ialah pengendara motor atau mobil? Apakah pengendara mobil atau motor telah menaati semua ketentuan lalu lintas yang berlaku? Sehingga nantinya dapat dilihat unsur kelalaian berada di posisi siapa? Hal inilah yang akan dipakai untuk menentukan derajat kesalahan yang bersangkutan serta siapa yang bersalah tentunya.
Sumber : https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt517e8ef675804/risiko-hukum-kebut-kebutan-di-jalan
Langganan:
Postingan (Atom)